Cerpen - Kado Ulang Tahun




 

“Daarrr!!”

Setengah mati aku kaget. Begitu tiba-tibanya adikku menyentakku dari balik pintu. Sama sekali aku tidak tahu kalau adikku ada di balik pintu. Aku sangat terburu-buru sampai lupa mengucap salam dan langsung membuka pintu rumah. Maklum banyak kerjaan, tadi di kantor ada perintah lembur yang mendadak, terpaksa aku harus ke kantor lagi.

“Adu De, koq nakal sekali sih, untung Mamas enggak jantungan” Ujarku mengomentari ulah adikku.

“Abisnya Mamas enggak ngasih salam sih” Adikku membela diri, menyalahkan aku.

Kupegang pundak adikku sambil memberi nasehat, “Iya Mamas yang salah, tapi jangan begitu dong caranya, kalau Mamas sakit bagaimana? Siapa yang nemenin Ade, siapa yang mau membantu Ade mengerjakan PR?”

“Iya…iya enggak lagi deh. Eh Mas sini deh sebentar” Adikku mengajakku ke kamarnya sambil menarik lenganku sedikit memaksa.

“Ada apa sih De, Mamas buru-buru nih mau ke kantor lagi.” Aku menolak ajakannya sambil berusaha melepaskan pegangan adikku.

Kulihat roman adikku agak kecewa.

“Sebentar aja Mas !” rayu adikku.

“Entar malam aja ya De, Mamas buru-buru nih, entar terlambat”

Aku mulai sedikit kesal dengan paksaan adikku. Memang biasa sifat adikku seperti itu. Kalau lagi ada maunya susah ditolak. Sifat nakal dan manjanya dari kecil sampai kelas 2 SMK Pariwisata sekarang ini tidak berubah. Kadang aku kesal dengan sifatnya yang seperti itu, tapi aku senang juga, soalnya dialah yang membuat aku tentram di rumah. Sepi rasanya kalau sehari saja dia tidak membuat ulah. Apalagi kalau dia tidak di rumah.

“Bener nih Mamas enggak mau?” tantang adikku sambil membelalakkan matanya.

Kelihatannya dia mulai marah. Sebenarnya aku penasaran juga dengan ajakan adikku. Biasanya kalau dia memaksa sampai marah begitu menandakan ada hal yang penting. Tapi bagaimanapun aku harus cepat kembali ke kantor.

“Ada apa sih De?” tanyaku melunakkan sikap adikku.

“Pokoknya penting deh. Cepet dong sini Mas” Jawab adikku sambil menarik lenganku kembali.

Tiba-tiba dari luar terdengar suara klakson sepeda motor tepat di depan rumah. Aku sudah tahu siapa yang membunyikannya. Dia adalah teman sekantorku yang kebetulan tinggal tidak jauh dari rumahku. Tadi aku pulang bersama dengannya dan kami berjanji akan berangkat bersama.

“Nah tuh kan, Mamas sudah disusul. Ade sih banyak ulah, Mamas enggak sempet ngapa-ngapain deh” Ujarku kesal.

“Salah Mamas sendiri we….bukannya dari tadi menurut” dia malah membela diri atas ulahnya.

Aku segera masuk ke kamarku tidak peduli lagi dengan adikku. Segera kubereskan berkas-berkas di meja dan memasukannya ke dalam tas. Kalau saja berkas-berkas ini tadi pagi kubawa mungkin aku tidak perlu repot-repot pulang. Kembali aku siap berangkat.

“Mamas pergi dulu ya De, tunggu rumah jangan ke mana-mana sampai ayah dan ibu pulang” pesanku pada adikku yang sedang mengambil air wudlu.

“Iya…iya” sahut adikku.

“Ade….Assalamu alaikum” salamku setengah berteriak sambil menutup pintu depan.

Segera aku mengambil sepeda motorku yang kuparkir di halaman dan terus melaju bersama temanku.

                                                 oooo

Pulang dari Mushala setelah melaksanakan shalat Isya aku langsung masuk kamar. Niatnya mau menyelesaikan sisa pekerjaan kantor. Ketika aku sudah siap dengan berkas di meja tiba-tiba adikku masuk ke kamarku membawa kalender meja. Entah mau apa lagi dengan kalender di tangannya. Mudah-mudahan dia tidak mengganggu pekerjaanku. Soalnya biasa dia itu sering mengganggu kalau aku lagi asyik menyelesaikan pekerjaan. Kadang bertanya ini dan itu, minta dibuatkan PR. Malah pernah ada pekerjaan kantor yang sama sekali tidak bisa kukerjakan gara-gara adikku.

“Mau apa lagi, nenek centil?” tanyaku.

Adikku bukannya menjawab, tapi malah mengambil vas bunga dan hendak memukulkannya ke arahku.

“Nih kalau sekali lagi bilang nenek centil” ancam adikku mengacungkan tangannya yang memegang vas bunga.

“Iya….iya, enggak lagi deh sayang” kataku memelas “Maafin Mamas yah”

“Nih lihat kalender yang Ade bawa” Adikku menunjukkan kalender di tanganya.

“Ada apa dengan kalender itu De?” tanyaku penasaran.

“Lihat nih tanggal yang Ade lingkari dengan spidol merah” Adikku menunjukkan angka 25 yang dilingkari tinta merah.

Aku heran juga, ada apa dengan tanggal itu. Sekarang bulan Mei mungkin adikku mau test kenaikan kelas, atau ada acara dengan teman-temannya.

“Ayo coba tebak ada apa dengan tanggal itu?”

Aku sebenarnya enggan menjawab pertanyaan seperti itu dari adikku. Tapi kalau dia lagi begitu harus diladeni. Kalau tidak dijawab pasti marahnya selangit. Walau dengan jawaban asal-asalan yang penting harus dijawab. Dalam hal seperti ini, jarang aku benar dalam menjawab pertanyaan semacam itu dari adikku. Pada akhirnya dia sendiri yang memberitahukan jawabannya.

“Ade mau kenaikan kelas kan kan” jawabku sekenanya.

“Salah Mas” bantah adikku.

Aku pura-pura berfikir, “Ah paling-paling Ade mau ada acara dengan teman-teman”

“Ya…..belum benar” goda Adikku.

“Abisnya apa dong De” Ujarku sambil melihat kelander itu lagi.

“Ya masa begitu aja menyerah” tantang adikku dengan muka berseri.

Biasa adikku kalau sudah berhasil memusingkanku dengan jebakannya selalu girang, seolah mendapat kemenangan.

“Teman Ade ada yang berulang tahun ya?” aku berusaha menjawab lagi.

“Yaa. Tapi bukan teman Ade yang ulang tahun” kata adikku, “Hayo siapa yang ulang tahun?”

“Siapa De” aku malah balik bertanya heran.

“Loh ko Mamas malah bertanya, ayo dong jawab dulu” pinta adikku.

Aku mengingat-ingat tanggal lahir saudaraku, adikku dan kedua orang tuaku. Semuanya tidak lahir pada tanggal itu. Lalu siapa yang dia maksud.

“Mamas nyerah deh De” ujarku.

“Enggak tahu kan” ejek adikku, “Makanya jangan sibuk kerja melulu dong, sampai melupakan orang yang sedang kuliah di Jakarta.

“Ha…siapa De?” aku baru sadar kalau yang dia maksud adalah Yani yang sedang kuliah di Jakarta.

“Siapa lagi kalau bukan mba Yani” jawab Adikku.

“Ade tahu dari mana, Mamas saja sampai sekarang belum tahu?” tanyaku heran.

“Tahu dong, mba Yani pernah ngasih tahu Ade, eh Mas kasih hadiah ya buat mba Yani” pinta adikku.

“Jadi siang tadi Ade mau bilang ini ya, mau bilang begitu aja susah amat sih De”

“Iya dong, bikin kejutan. Bener ya Mas kasih hadiah buat mba Yani” pinta adikku lagi.

“Loh…yang ulang tahun mba Yani ko malah Ade yang ribut sih” Aku menyela adikku.

“Kan mba Yani……” belum sempat adikku melanjutkannya aku segera membungkam mulutnya. Aku sudah tahu arah kalimat yang hendak diucapkannya.

“Ssstt….jangan keras-keras nanti terdengar Ibu” Ucapku dengan berbisik.

“Tapi bener ya Mas” pinta adikku sekali lagi.

“Ya sudah…sudah besok kan hari Minggu, nanti kita ke kota mencari hadiah yang cocok buat mba Yani” aku menenangkan adikku.

Adikku diam sejenak.

Kulanjutkan, “Sudah De sana keluar, Mamas mau menyelesakan tugas dulu”

“Siap Boss” Jawab Adikku puas dan segera keluar.

Lega sekarang aku. Dengan tenang kuselesaikan pekerjaanku yang kelihatannya sedikit tapi memerlukan waktu yang lama juga. Sampai larut malam baru aku dapat menyelesaikannya.

Aku sudah bersiap-siap hendak tidur. Kubaringkan tubuhku di dipan. Belum kupejamkan. Belum kupejamkan mataku, aku berusaha memikirkan hadiah ulang tahun.

“Ulang Tahun” begitu kata hatiku. Apakah saat ulang tahun merupakan sebuah momen yang baik untuk memberi hadiah. Siapa orang yang pertama kali mengingat tanggal kelahirannya. Kaum mana yang petama kali dan membiasakan perayaan ulang tahun. Siapa orang yang pertama kali memberi kado ulang tahun.

Setahuku dalam agamaku tidak pernah ada perintah untuk merayakan hari kelahiran, atau memberi hediah pada orang yang berulang tahun. Yang ada hanyalah anjuran untuk menghitung dosa dengan bertambahnya usia dan selalu mengingat ajal.

Apakah dengan merayakan hari ulang tahun atau memberi hadiah ulang tahun dapat mengingatkan orang akan dosa dan kematian. Bukankah dengan bertambahnya usia berarti lebih banyak dosa dan mengurangi jatah usia yang sudah ditentukan. Apakah dengan memberi hadiah ulang tahun dapat menyenangkan orang. Kalau hanya menyenangkan sesaat buat apa. Apakah hadiah ulang tahun akan memberi manfaat atau malah menimbulkan mudlarat.

Hadiah apa yang pantas kuberikan. Apakah sebuah hiasan yang hanya dipajang, dipandang lalu tidak dihiraukan. Ataukah hadiah harta yang cepat habis. Apakah sebuah nasehat yang sama sekali tidak ada nilai materinya.

Dalam keluargaku tidak biasa ada perayaan ulang tahun atau memberi kado ulang tahun. Paling kalau pas tanggal kelahiran adikku aku hanya mencium keningnya dan memberi nasehat.

“Adikku, kau sekarang bukan kanak-kanak lagi. Usiamu bertambah maka hisablah dirimu sebelum dihisab Allah, tambahkanlah imanmu dan bertakwa”

Sambil merenung seperti itu, sedikit demi sedikit aku mulai di bawah sadar sampai akhirnya tertidur.

                                                   oooo

Pagi hari aku dan adikku sudah bersiap-siap hendak berangkat ke kota mencari kado ulang tahun. Langsung saja kami ke super market yang terkenal di kotaku dan segera menuju ke bagian barang-barang hiasan.

“Yang ini bagus Mas” kata adikku sambil menunjukkan sebuah hiasan piring yang disangga. Kuangkat benda yang tidak seberapa besar itu. Kulihat tulisan dengan tinta emas “Selamat Ulang Tahun” dan di sebelah bawahnya tertulis sebaris kalimat,

“Merpati putih telah mengepakkan sayapnya menyambut hari yang bahagia ini.”

Kuletakkan lagi benda itu di tempatnya.

“Enggak suka ya Mas? Tanya adikku.

“Iya De, ayo cari yang lain” ajakku.

“Nah yang ini bagus Mas” adikku mengambil sebuah jam meja yang dikurung kotak plastik transparan bertuliskan selamat ulang tahun. Latar belakangnya bergambar kartun. Jarum jamnya tidak begitu panjang dan pusatnya di sudut sebelah kanan atas.

Bagus juga pikirku, tapi kalau jamnya mati?

“Yang lain aja deh De” pintaku.

“Abis apa dong Mas, ini enggak itu enggak sudah lebih satu jam kita di sini.” Jawab adikku kesal.

Kami pindah ke ruangan buku-buku. Kucari barangkali ada yang cocok kujadikan kado ulang tahun. Tapi tak satu pun buku yang kupandang cocok. Kecewa juga aku. Mendadak kepalaku terasa pening. Mungkin karena capek bolak-balik dan terkena udara dingin AC.

“De, Mamas pusing. Kita pulang dulu yuk. Nyarinya besok aja deh” ajakku sambil memegangi kepalaku yang pening.

“Kan belum dapet Mas” adikku menolak.

“Tapi Mamas pening nih, besok aja deh atau nanti sore kita ke sini lagi” pintaku.

“Yaaa…Mamas begitu sih” ujar adikku dengan nada kecewa.

Kutarik lengan adikku dan segera meninggalkan super market tanpa membawa hasil.

Sampai di rumah ternyata pusingku sudah hilang, tapi aku pura-pura masih pusing.

“De, Mamas mau tidur dulu, jangan mengganggu ya” pintaku kepada adikku setibanya di rumah.

“Cepat bae ya Mas, biar nanti sore kita bisa mencari kado lagi.” Ujar adikku sambil masuk ke kamarnya.

Baru saja aku hendak memejamkan mata, tiba-tiba adikku membangunkan aku.

“Mas bangun Mas, udah sore. Katanya kita akan ke super market lagi. Oh…ya Mas gimana pusingnya, udah bae?”

Kulihat jam beker di meja sudah menunjukkan pukul 4.

“Ayo dong Mas cepat, biar pulangnya enggak kemalaman” ajak adikku.

“Enggak usah ke sana lagi deh De” jawabku.

“Loh Mamas ini bagaimana sih, enggak mau ngasih hadiah buat mba Yani?” adikku menimpali kata-kataku dengan nada kecewa.

“Mamas sudah buat kadonya ko De” kataku menenangkannya.

“Bener Mas mana?” adikku tidak percaya.

“Rahasia dong” jawabku.

“Yaaa….Mamas begitu sih, masa sama adik enggak sayang” adikku merengek.

“Pokoknya Er Ha Es” jawabku lagi.

“Oke…..Oke…enggak usah disayang lagi kalau Ade tidak bisa membongkarnya” tantang adikku sambil keluar dari kamarku.

                                                   oooo

Sejak sarapan pagi tadi adikku terus senyum-senyum memandangku, seolah ada sesuatu yang disembunyikan. Sampai aku siap berangkat kerja adikku terus saja membuntutiku dengan seragam sekolahnya.

Ketika aku hendak melajukan sepeda motorku adikku baru berkata, “Mas bagus deh dan Ade setuju”

Heran juga aku dengan ucapannya.

“Apanya yang bagus dan apa yang Ade setujui? Tanyaku.

“Murah meriah, tapi penuh nasehat” lanjut adikku.

“Apanya De?” kembali aku bertanya makin heran.

“Pokoknya Ade seneng dan setuju” ledeknya.

“Ya udah kalau enggak mau ngasih tahu” kataku sambil mengucap salam dan melajukan sepeda motorku.

Belum sampai lima meter dari adikku, terdengar suara adikku berteriak “Cerpennya bagus Mas”

Baru aku sadar, rupanya adikku sudah tahu apa yang akan kuberikan pada Yani di hari ulang tahunnya. Pinter juga dia mencuri rahasia. Bukan adikku kalau dia tidak seperti itu.


Kukusan Depok, 6 Juni 1996


✨ Tentang Penulis ✨

Setiap cerita lahir dari harapan, doa, dan cinta yang tersembunyi.
Siapakah sosok di balik kisah-kisah ini? Temukan jawabannya...

CERPEN KARYA ANAFIS '93

Buku kumpulan cerpen ini menghadirkan delapan kisah yang merentang dari cinta masa remaja, persahabatan, pengorbanan, hingga perenungan spiritual. Masing-masing cerita bukan sekadar fiksi, tetapi berangkat dari pengalaman batin yang diolah menjadi narasi penuh makna

Seorang dosen Fisika menemukan makna cinta melalui mahasiswinya, saat hukum gravitasi berubah menjadi metafora tentang rasa yang saling menarik namun tak bisa dimiliki. Cinta di antara mereka tidak pernah terucap, hanya hadir dalam bentuk pengertian, penghormatan, dan kenangan yang tak lekang oleh waktu.

Dalam perjalanannya sebagai gadis sederhana yang jatuh cinta pada rekan kerja barunya, Adipta harus belajar menerima kenyataan pahit bahwa debar yang ia simpan tak pernah berbalas, hingga akhirnya ia menemukan bahwa cinta sejati bukan selalu tentang memiliki, melainkan tentang kerelaan untuk mencintai dalam diam dan merelakannya lewat doa.

Cerita ini mengisahkan cinta tragis antara Baridin, pemuda miskin Jagapura Lor Kabupaten Cirebon, dan Suratminah, putri juragan kaya, yang berakhir nestapa oleh jurang derajat, hinaan, dan takdir.

Cerpen Remaja ini mengisahkan tentang cinta pertama yang lahir di bawah nyala api unggun, terjaga dalam diam, dan abadi dalam kenangan.

Cerpen ini menyiratkan perjalanan tobat dan kesadaran spiritual yang dalam, serta pencarian akan rekonsiliasi dengan diri sendiri — sebagai langkah awal untuk menata hidup yang lebih baik.

Kisah tragis tentang Dirman dan Surti, dua sejoli yang cintanya kandas oleh kepercayaan weton hingga berakhir di dua pusara berdampingan, menjadi pelajaran bahwa hidup dan mati hanyalah di tangan Allah, bukan ramalan.

Di balik senyum dan jilbabnya yang teduh, Anggraeni menyembunyikan cinta sunyi pada dosennya—cinta yang tak pernah berani ia ucapkan, hanya bisa ia rawat dalam doa dan diam, tumbuh sebagai rahasia manis sekaligus luka halus yang terus ia tanggung sendirian

Kasih dalam Sebutan Adik adalah kisah epistolari tentang hubungan yang bermula dari panggilan kakak-adik antara Ati dan Azis, namun perlahan berkembang menjadi cinta yang indah sekaligus rumit, terjalin lewat surat, kerinduan, dan pertanyaan tentang batas kasih sayang.

Kisah ini mengurai pertemuan seorang trainee Indonesia dan Haruka di Osaka, yang masih dibayangi hubungan pahitnya dengan Tio—seorang trainee lain dari Indonesia yang pernah ia cintai—hingga lewat surat-surat dan kenangan masa lalu mereka akhirnya menyadari bahwa cinta kadang harus melewati luka dan perpisahan sebelum berlabuh pada pintu maaf.

Melepasmu Dua Kali adalah kisah tentang dua sahabat SMA yang pernah berbagi kenangan indah bersama, lalu dipertemukan kembali setelah sepuluh tahun dalam reuni, namun akhirnya harus berani mencintai tanpa memiliki dan ikhlas melepas demi kebaikan.

Sahabat Terbaik mengisahkan dua sahabat kecil yang dipertemukan kembali oleh surat yang salah paham, lalu tumbuh menjadi cinta yang tak pernah terucap, dan akhirnya hanya bisa disimpan sebagai doa, kenangan, serta pengakuan tulus dalam diam.

Kisah ini menuturkan pertemuan tak terduga antara Hiro dan Michiyo yang tumbuh menjadi persahabatan hangat, lalu cinta yang akhirnya diakui namun harus dilepaskan, meninggalkan jejak indah tentang pertemuan, perpisahan, dan keikhlasan melepaskan.

Kisah ini mengurai perjalanan seorang kakak yang berpegang pada wasiat ibunya untuk menjaga adiknya, hingga di tengah perjuangan hidup dan pertemuan dengan cinta yang tak bisa dimiliki, ia belajar bahwa pengorbanan, tanggung jawab, dan kasih tanpa pamrih justru meninggalkan jejak paling dalam.

Pada reli Pramuka hujan Februari 1991, seorang remaja menemukan kehangatan tak bernama cinta dengan seorang siswi, yang kelak ia pahami sebagai pelajaran jiwa bahwa tidak semua pertemuan harus dimiliki, cukup dikenang sebagai doa sunyi di dalam hati.

Kisah ini adalah perjalanan dari genggaman uang lima ribu rupiah yang penuh keyakinan hingga menjadi undangan suci ke Baitullah, bukti bahwa doa, niat tulus, dan cinta dalam rumah tangga mampu membuka pintu langit. Ini adalah catatan perjalanan Ibadah Haji tahun 2024

Kisah ini menceritakan pertemuan sederhana seorang siswa SMA dengan adik temannya bernama Hapsi, yang berawal dari sapaan kecil di pagi banjir dan tumbuh menjadi ikatan manis kakak-adik penuh rahasia serta kehangatan yang tak pernah mereka sebut cinta.

Kisah ini menggambarkan hubungan samar antara seorang lelaki misterius dan Non, gadis kecil yang tumbuh dengan puisi-puisinya, di mana setiap kehadiran dan sepucuk amplop berisi kata-kata menjadi tanda kasih sayang tersembunyi yang menuntunnya menuju kedewasaan.

Kakak Berjilbab mengisahkan seorang mahasiswa baru Fisika UI pada tahun 1993 mengalami dua perjumpaan singkat namun membekas dengan kakak senior berjilbab, meninggalkan kenangan manis yang tak pernah terlupa meski namanya tak pernah benar-benar diingat.

Seorang kenshusei Indonesia di Yokohama tahun 1999 menemukan hiburan sekaligus “takdir aneh” lewat kaset-kaset Tan Sri P. Ramlee yang selalu muncul di momen tak terduga, hingga membuat sahabat sebelah kamarnya yakin dunia ini diam-diam diatur oleh Ramlee.

Sebuah kisah tentang suami-istri yang, di tengah lautan jamaah haji di Makkah, menemukan makna cinta terdalam melalui thawaf, sa’i, dan potongan rambut kecil yang menjelma menjadi janji suci pengabdian bersama menuju Allah.

Seorang trainee Indonesia di Osaka menemukan keteduhan di balik senyum resepsionis bernama Nagabayashi, yang dengan sapaan sederhana, surat-surat dari tanah air, dan satu foto perpisahan, meninggalkan kenangan manis yang tak terlupakan di tengah hari-hari keras perantauan.

Seorang dosen yang terbiasa dengan rutinitas Sabtunya di kampus dan warung Padang tiba-tiba mengalami pertemuan singkat dengan seorang mahasiswi kampus sebelah yang meninggalkan senyum hangat—dan sepiring ayam bakar tak terbayar—membuatnya bertanya apakah itu sekadar kebetulan atau isyarat kecil dari semesta.

Di tengah panas lembab musim panas Osaka 1999, seorang trainee menemukan seberkas kebahagiaan sederhana dari sapaan kasir kantin yang setiap hari menyebut “nana juu en desu”, hingga julukan “Mba Nana” pun lahir dan menjadi kenangan manis yang tak ternilai.

Keyakinan sederhana seorang istri yang menggenggam uang lima ribu rupiah di tahun 2008 menjadi awal perjalanan suci pasangan ini hingga akhirnya Allah mengundang mereka ke Baitullah.

Menjadi sekretaris RW bukan hanya soal tanda tangan dan arsip, tapi juga membuka pintu pada kisah-kisah tak kasat mata—seperti pertemuan istriku dengan sosok anak kecil yang seharusnya sudah tiada.

Sekelompok siswa SMAN 1 Tegal pada tahun 1991 membuktikan bahwa gamelan dan band bisa berpadu harmonis di panggung lomba musik Semarang, meninggalkan kenangan tak terlupakan tentang mimpi yang pernah hidup dengan gemuruh sorak penonton.

A man who secretly replaces someone else in a woman’s heart struggles between truth and silence, torn by the borrowed love that warms him even though he knows the light was never meant for him.

Perjalanan haji yang penuh haru dimulai dengan pelepasan sederhana di rumah dan kampus UIII, ketika doa, tangis, dan pelukan terakhir dari anak tercinta menjadi bekal hati menuju tanah suci.

Seorang pemuda yang terjebak hujan tanpa sengaja dipertemukan dengan keponakan yang lama hilang, lalu menguak kisah kelam keluarganya hingga membawanya pada janji untuk bertobat dan kembali ke jalan yang benar.

Seorang kakak yang sibuk kerja akhirnya memilih menulis cerpen penuh nasehat sebagai hadiah ulang tahun sederhana namun bermakna untuk sahabatnya, setelah melalui kehebohan bersama adiknya yang usil namun penuh perhatian.

Kisah Kisdanu dan Hapsari adalah perjalanan panjang dua sejoli dari desa, yang berawal dari hubungan kakak-adik penuh kasih sayang hingga akhirnya menemukan cinta sejati dan dipersatukan dalam pernikahan, setelah melewati ujian jarak, keraguan, dan kesetiaan.

Seorang trainee Indonesia di Osaka menemukan kehangatan tak terduga ketika lensa kameranya menjadi jembatan sederhana antara dirinya dan tawa siswi SMP di seberang gedung, menghadirkan sejenak pertemuan dua dunia yang berbeda.

Postingan Populer

Cerpen - Sajak Sunyi di Bawah Langit Februari

Cerpen - Sapaan Yang Hanyut Terbawa Banjir

Cerpen - Cinta yang Terselip di Antara Rumus-rumus Fisika

Haji Bersama Kekasih: Perjalanan Iman dan Cinta di Tanah Suci

Cerpen - Di Bawah Tokyo Tower, Malam Berbisik (東京タワーの下、夜が囁く)

Puisi - SEJAK KAU MENANGIS

Puisi - Di Ujung Masa

Puisi - DI STASIUN INI AKU MENANTI