Cerpen - Jejak Non yang Mulai Dewasa
Senja baru saja beranjak pergi, meninggalkan langit yang mengguratkan merah pudar seperti kenangan yang enggan hilang. Lelaki itu duduk di bangku taman sekolah yang asri, sebuah amplop kecil dari kertas berisi rangkaian kata-kata terselip di tangannya. Hari itu, Non-gadis kecil yang dulu sering duduk di lorong di samping rumahnya sendiri sambil memainkan orang-orangan yang terbuat dari kertas yang bisa digonta ganti bajunya, resmi diterima di SMK Negeri.
Lelaki itu tersenyum lirih. "Selamat malam, Non...," bisiknya pelan meski langit belum begitu gelap. Ia tahu Non tak akan mendengar karena jarak yang cukup jauh untuk sebuah bisikan. Tapi bukan suara jawaban yang ia inginkan, melainkan makna yang mengalir dari hatinya.
Dulu, ia datang saat Non menangis karena kesusahan dengan pelajaran sekolahnya. Ia hanya duduk di dekatnya, tanpa berkata-kata, lalu menyerahkan sebuah kertas dengan puisi kecil yang membuat Non berhenti menangis dan malah tertawa. "Aneh ya, puisi kok bisa lucu," ujar Non waktu itu.
Sejak hari itu, lelaki itu-yang tak pernah dan belum mau menyebutkan jatidirinya menjadi bayangan samar dalam hidup Non. Ia bukan ayah, bukan paman, bukan guru, bukan kakak kandung, bukan pula kakak kelas di sekolahnya, mungkin orang yang sedang menaruh perhatian padanya, atau mungkin juga orang yang diam-diam mencintainya. Tapi selalu hadir saat Non butuh pengingat bahwa ia tak sendiri.
Ia pernah menatap mata Non yang beku karena sebuah ketakutan dan keputusasaan . Ia ingin masuk ke dalam dunia mata itu, menjinakkan kilat amarahnya, dan meninggalkan benih yang kelak tumbuh menjadi keberanian dan kedewasaan. Saat Non menangis diam-diam di ruang kelas, ia tahu-itu bukan tangisan karena sedih semata, tapi pertanda tumbuhnya sebuah pemahaman.
Hari ini, Non berdiri di halamam sekolah, bukan di SMP-nya atau SMK yang baru saja menerimanya tapi di tempat yang Non sendiri sulit memahaminya, telah menerima pengumuman kelulusannya-Diterima di SMK Negeri. Kedua tangannya memegang tumpeng kecil pemberian dari keluarga dan teman-temannya bertuliskan "Selamat Diterima di SMK Negeri." Matanya menyapu kerumunan. Non mencari seseorang. Tak ada siapa-siapa yang mampu menarik perhatiannya. Tapi tak jauh darinya, ia menangkap sekilas sosok lelaki yang sedang ia cari. Non ingin menghampiri, tapi lelaki itu lebih dulu berdiri dan beranjak pergi.
Non hanya sempat melihat sekilas, lelaki itu seperti sengaja menjatuhkan suatu benda dari tangannya. Sebuah amplop kecil. Non lalu memungut amplop itu dan membukanya, berisi puisi. Non membacanya sambil tersenyum. Saat sampai pada bait ini, tangan Non bergetar:
Hari ini kebahagiaan kita sama
Tambah satu jejak langkahmu
Aku bahagia
Kau harus mengerti
Kau bukan anak kecil lagi..."
Non memejamkan mata. Ia sadar, bahwa pertanyaannya selama ini tentang siapa lelaki itu, tak akan terjawab hari ini. Tapi ia yakin, suatu saat, jejak hidupnya sendiri akan mengungkapkan segalanya.
Ia menggenggam amplop itu erat, menatap langit malam. "Terima kasih Kak", bisiknya pada angin malam yang berhembus pelan. Lalu ia berjalan pulang, dengan langkah yang sedikit lebih menunjukkan kedewasaan.
Depok, 5 Juli 2025
Cerpen ini adaptasi dari puisi Sejak Kau Menangis
https://sakudin-puisi.blogspot.com/2023/07/sejak-kau-menangis.html
