Cerpen - Ramlee Lagi Ramlee Lagi
Yokohama, musim dingin di tahun 1999. Udara kering, bunga sakura masih menunggu waktu untuk merekah, dan aku-Kenshusei dari Indonesia-berjuang keras menaklukkan Shin Nihongo No Kiso II dan memahami budaya Jepang yang kadang lebih rumit dari rumus Fisika Quantum yang dituliskan di papan tulis oleh dosen Herbert.
Hari-hariku diisi dengan kelas bahasa, belajar tata krama Jepang (yang katanya tidak boleh menolak langsung, tapi juga tidak boleh menerima terlalu cepat), dan tentu saja... mendengarkan kaset tape peninggalan zaman Shogun Tokugawa: Tan Sri P. Ramlee.
Kaset itu seperti sahabat lama. Setiap kali aku masuk kamar setelah pelatihan, kupencet tombol play dan terdengarlah suara merdu penuh petuah hidup:
"Mari sini... Jangaaaan maraaah~"
Syahdu sekali. Pas banget, terutama setelah hari penuh permintaan sensei Jepang yang berkata, "Motto hayaku! Motto hayaku!" yang artinya: "Lebih Cepat lagi! Lebih Cepat lagi!" padahal aku sudah merasa seperti The Flash.
Tapi entah kenapa, ada satu fenomena aneh yang berulang. Temanku yang menempati kamar sebelah, si Putra, sering datang malam-malam untuk pinjam kamus atau cuma numpang duduk di karpet. Setiap dia mengetuk pintu, dan aku membukakannya... tiba-tiba terdengar dari tape:
"Mari sini... Jangaaaan maraaah~"
Pertama, dia ketawa. Kedua kali, dia mulai curiga. Ketiga kali, dia menatapku dengan ekspresi seperti baru melihat Naruto jadi penyanyi dangdut.
"Eh... bro," katanya sambil melirik curiga, "Lagu lu ini-ini aja, nggak ada yang lain apa? Ini kaset keramat, ya? Atau... jangan-jangan ini mantra biar pintu dibukain?"
Aku tersenyum diplomatis. "Kebetulan aja, Put. Kebetulan."
"Kebetulan pala lu lonjong," katanya sambil ngikik.
Tiga hari kemudian, dia datang dengan semangat membara, membawa satu kaset yang dibawanya juga dari tanah air. "Nih! kaset bawaanku, dari Toko Melayu! Kaset Dewi Yull, lengkap! Ada Fatwa Pujangga, Yale-yale, dan... yang paling top, Kenek-Kenek Udang!"
Aku pun memutar kaset itu sambil nyengir. Suara Dewi Yull mengalun, menggoda nostalgia. Tapi tiba-tiba, di tengah lagu Kenek-Kenek Udang, aku terpaku. Di bawah judul lagu "kenek-kenek udang", tertulis kecil tapi jelas:
Ciptaan: Tan Sri P. Ramlee
Aku menunjuk tulisan itu ke arah si Putra. Ia membaca... dan mukanya langsung mengkerut seperti makan wasabi terlalu banyak.
"Hah?? Ramlee lagi? Ramlee lagi!?"
Aku tak bisa menahan tawa. "Put, sepertinya... dunia ini memang sudah di-setting oleh Ramlee."
Sejak hari itu, setiap kali dia mengetuk pintu, dan lagu apapun terdengar dari dalam, ia akan teriak dari luar:
"Broooo... jangan bilang ini Ramlee lagiii!"
Dan dari dalam kamar, sambil menekan tombol play, aku sahut pelan dengan senyum penuh misteri:
"Mari sini... Jangaaaan maraaah~"
Tamat
Depok, 20 Juli 2025
link Lagu Resam Dunia P. Ramlee dan Normadiah
https://www.youtube.com/watch?v=jPH69biSwVw
link lagu Kenek-kenek Udang - Saloma
https://www.youtube.com/watch?v=9v8Bymx7Ep0
link lagu Kenek-kenek Udang Dewi Yull
