Pendahuluan Ada doa yang lahir bukan di bibir, melainkan di dalam genggaman. Ada keyakinan yang tumbuh bukan dari hitung-hitungan, melainkan dari keberanian untuk memulai meski dengan yang sedikit. Tahun 2008, sebuah genggaman sederhana mengubah arah hidup kami. Istriku pulang dari sebuah majelis taklim, membawa selembar uang lima ribu rupiah—lusuh, ringan, nyaris tak berarti di mata dunia—namun di genggamannya, kertas itu menjadi kunci yang membuka pintu langit. Kata ustadz yang ia dengar siang itu sederhana: “Mulailah dengan keyakinan, bukan dengan jumlah. Allah tidak melihat banyaknya, tapi niatnya.” Sejak saat itu, langkah kecil mulai kami ayunkan. Tidak sekaligus, tidak tergesa. Sedikit demi sedikit, dengan sabar dan yakin, hingga suatu hari surat undangan dari Allah SWT benar-benar datang: pendaftaran haji kami diterima. Enam belas tahun kemudian, di gerbang keberangkatan menuju Baitullah, aku dan istriku kembali menggenggam tangan, seperti dulu ia menggenggam uang lima ribu...