Esai reflektif - Napak Tilas di Antara Dua Masa


Minggu, 9 November 2025.

Sekitar pukul sepuluh pagi, matahari telah tinggi, namun sinarnya masih lembut menembus sela dedaunan. Udara Depok mulai hangat, tak lagi sejuk, tapi masih menyisakan semilir angin yang menenangkan di wajah kami. Bersama istriku, aku berniat menapaki kembali jejak waktu — menuju rumah saudara di Tanah Kusir, di tepi jalan Ciputat Raya.

Kami berangkat dengan sepeda motor, bukan karena tergesa, melainkan karena aku ingin melintasi dua jejak kehidupan — jejak anakku yang setiap pagi menembus panas dan macet menuju Pondok Pinang, dan jejak diriku sendiri, yang dulu muda, penuh semangat, mengajar les sambil menggenggam mimpi di tengah hiruk pikuk Jakarta Selatan.

Aku berkata pada istriku, “Kita lewat jalan yang biasa dilewati anak kita.” Ia mengangguk pelan, senyumnya menandai setuju, dan dari situlah perjalanan kecil kami dimulai — bukan sekadar perjalanan di atas aspal, tapi perjalanan dalam ingatan.

Dari Jalan Margonda kami menuju jalan Sawangan, lalu berbelok di Krukut, melintasi terowongan di bawah tol Cijago — hingga tiba di Gandul, di mana waktu tiba-tiba berhenti sejenak dalam kepalaku. Di sinilah, pada tahun 1995 hingga 1996, aku menjadi guru les privat untuk pelajaran Fisika dan Matematika. Beberapa muridku masih terpatri jelas dalam ingatan — dua kakak beradik di perumahan BPK dan seorang siswi di Jalan Haji Terin, yang menjadi sumber inspirasiku menulis cerpen “Cinta yang Terselip di Antara Rumus-Rumus Fisika.” Namanya, wajahnya, bahkan gaya rambutnya — semuanya kuabadikan di sana.

Kala itu aku berjalan dari kos di Kukusan menuju Tanah Baru, sekitar satu kilometer jaraknya. Dari sana aku menumpang dua kali angkot, menembus panas, hanya demi sampai tepat waktu ke rumah murid lesku. Kini, dua puluh sembilan tahun berlalu, aku melewati kembali jalan yang sama — bukan dengan langkah kaki, tapi dengan sepeda motor bersama istriku, sementara kenangan berdenting lembut di dada.

Aku ingin bercerita padanya tentang masa-masa itu, tentang tiap rumah dan wajah yang kukenal, namun suara sepeda motorku menelan kata-kataku. Yang bisa kulakukan hanyalah menunjuk dengan tangan — “Di situ dulu aku mengajar.” Dan istriku, dengan mata yang lembut, menatap ke arah yang kutunjuk, seolah turut membaca kisah yang tersisa di udara.

Matahari telah tinggi saat kami tiba di Pondok Labu. Perjalanan kami lanjutkan perlahan, melewati RS Fatmawati, menelusuri jalan TB Simatupang, hingga mengarah ke Pondok Pinang. Di sepanjang pembatas jalan, proyek galian PAM Jaya tampak terdiam; para pekerjanya beristirahat di bawah bayang siang yang terik.
Kami berhenti sejenak di sebuah warung mie ayam di pinggir jalan — dua mangkuk sederhana, namun rasanya seperti jeda kecil dalam perjalanan hidup.

Setelah perut kenyang dan hati tenang, kami melanjutkan ke Tanah Kusir, menemui saudara yang lama tak bersua. Waktu terasa berjalan lembut hari itu, seakan alam memberi ruang bagi kenangan untuk bernafas kembali.

Selepas Ashar, kami bersiap pulang. Di Pondok Pinang, di tengah debu proyek dan sorot matahari sore, mataku menangkap sosok yang kukenal: anak kami — dengan rompi dan helm merah, berdiri di sisi eskavator, mengawasi pekerjaan dengan wajah serius. Ia sekilas melihat kami. Dan kami tahu: ia sedang menjalankan tugasnya, memastikan keselamatan, menegakkan disiplin, mengumpulkan pengalaman yang kelak akan menjadi cerita untuk anak-anaknya sendiri.

Aku menatapnya dengan dada hangat.
Dalam diam, aku berbisik di hati:

“Teruslah berjalan, Nak.
Jalan yang kautempuh hari ini adalah bagian dari jalan yang dulu pernah kutapaki. Hanya kali ini, engkau yang menuliskan kisahnya.”

Langit sore di Pondok Pinang terasa lebih indah dari biasanya. Dan napak tilas ini — bukan sekadar perjalanan menuju Tanah Kusir, melainkan perjalanan menyusuri waktu, kenangan, dan cinta yang diwariskan.


Depok, 10 November 2025

✨ Tentang Penulis ✨

Setiap cerita lahir dari harapan, doa, dan cinta yang tersembunyi.
Siapakah sosok di balik kisah-kisah ini? Temukan jawabannya...

CERPEN KARYA ANAFIS '93

Buku kumpulan cerpen ini menghadirkan delapan kisah yang merentang dari cinta masa remaja, persahabatan, pengorbanan, hingga perenungan spiritual. Masing-masing cerita bukan sekadar fiksi, tetapi berangkat dari pengalaman batin yang diolah menjadi narasi penuh makna

Kisah tentang Rani dan Hanif, dua jiwa yang saling mencintai namun terikat oleh sebutan adik tersayang—cinta yang tumbuh dari surat-surat sederhana, terhalang kata, namun akhirnya abadi karena keduanya belajar bahwa kasih sejati tak selalu perlu nama untuk hidup selamanya.

Sebuah kisah tentang cinta yang tumbuh di antara kebohongan dan kejujuran, antara dua wajah yang sama, dan seorang perempuan yang memilih kehilangan demi menjaga kemurnian cinta itu sendiri.

Seorang dosen Fisika menemukan makna cinta melalui mahasiswinya, saat hukum gravitasi berubah menjadi metafora tentang rasa yang saling menarik namun tak bisa dimiliki. Cinta di antara mereka tidak pernah terucap, hanya hadir dalam bentuk pengertian, penghormatan, dan kenangan yang tak lekang oleh waktu.

Dalam perjalanannya sebagai gadis sederhana yang jatuh cinta pada rekan kerja barunya, Adipta harus belajar menerima kenyataan pahit bahwa debar yang ia simpan tak pernah berbalas, hingga akhirnya ia menemukan bahwa cinta sejati bukan selalu tentang memiliki, melainkan tentang kerelaan untuk mencintai dalam diam dan merelakannya lewat doa.

Cerita ini mengisahkan cinta tragis antara Baridin, pemuda miskin Jagapura Lor Kabupaten Cirebon, dan Suratminah, putri juragan kaya, yang berakhir nestapa oleh jurang derajat, hinaan, dan takdir.

Cerpen Remaja ini mengisahkan tentang cinta pertama yang lahir di bawah nyala api unggun, terjaga dalam diam, dan abadi dalam kenangan.

Cerpen ini menyiratkan perjalanan tobat dan kesadaran spiritual yang dalam, serta pencarian akan rekonsiliasi dengan diri sendiri — sebagai langkah awal untuk menata hidup yang lebih baik.

Kisah tragis tentang Dirman dan Surti, dua sejoli yang cintanya kandas oleh kepercayaan weton hingga berakhir di dua pusara berdampingan, menjadi pelajaran bahwa hidup dan mati hanyalah di tangan Allah, bukan ramalan.

Di balik senyum dan jilbabnya yang teduh, Anggraeni menyembunyikan cinta sunyi pada dosennya—cinta yang tak pernah berani ia ucapkan, hanya bisa ia rawat dalam doa dan diam, tumbuh sebagai rahasia manis sekaligus luka halus yang terus ia tanggung sendirian

Kasih dalam Sebutan Adik adalah kisah epistolari tentang hubungan yang bermula dari panggilan kakak-adik antara Ati dan Azis, namun perlahan berkembang menjadi cinta yang indah sekaligus rumit, terjalin lewat surat, kerinduan, dan pertanyaan tentang batas kasih sayang.

Kisah ini mengurai pertemuan seorang trainee Indonesia dan Haruka di Osaka, yang masih dibayangi hubungan pahitnya dengan Tio—seorang trainee lain dari Indonesia yang pernah ia cintai—hingga lewat surat-surat dan kenangan masa lalu mereka akhirnya menyadari bahwa cinta kadang harus melewati luka dan perpisahan sebelum berlabuh pada pintu maaf.

Melepasmu Dua Kali adalah kisah tentang dua sahabat SMA yang pernah berbagi kenangan indah bersama, lalu dipertemukan kembali setelah sepuluh tahun dalam reuni, namun akhirnya harus berani mencintai tanpa memiliki dan ikhlas melepas demi kebaikan.

Sahabat Terbaik mengisahkan dua sahabat kecil yang dipertemukan kembali oleh surat yang salah paham, lalu tumbuh menjadi cinta yang tak pernah terucap, dan akhirnya hanya bisa disimpan sebagai doa, kenangan, serta pengakuan tulus dalam diam.

Kisah ini menuturkan pertemuan tak terduga antara Hiro dan Michiyo yang tumbuh menjadi persahabatan hangat, lalu cinta yang akhirnya diakui namun harus dilepaskan, meninggalkan jejak indah tentang pertemuan, perpisahan, dan keikhlasan melepaskan.

Kisah ini mengurai perjalanan seorang kakak yang berpegang pada wasiat ibunya untuk menjaga adiknya, hingga di tengah perjuangan hidup dan pertemuan dengan cinta yang tak bisa dimiliki, ia belajar bahwa pengorbanan, tanggung jawab, dan kasih tanpa pamrih justru meninggalkan jejak paling dalam.

Pada reli Pramuka hujan Februari 1991, seorang remaja menemukan kehangatan tak bernama cinta dengan seorang siswi, yang kelak ia pahami sebagai pelajaran jiwa bahwa tidak semua pertemuan harus dimiliki, cukup dikenang sebagai doa sunyi di dalam hati.

'Haji Bersama Kekasih : Perjalanan Iman dan Cinta di Tanah Suci' adalah catatan perjalanan ibadah haji tahun 2024 yang ditulis dengan gaya romansa

Kisah ini menceritakan pertemuan sederhana seorang siswa SMA dengan adik temannya bernama Hapsi, yang berawal dari sapaan kecil di pagi banjir dan tumbuh menjadi ikatan manis kakak-adik penuh rahasia serta kehangatan yang tak pernah mereka sebut cinta.

Kisah ini menggambarkan hubungan samar antara seorang lelaki misterius dan Non, gadis kecil yang tumbuh dengan puisi-puisinya, di mana setiap kehadiran dan sepucuk amplop berisi kata-kata menjadi tanda kasih sayang tersembunyi yang menuntunnya menuju kedewasaan.

Kakak Berjilbab mengisahkan seorang mahasiswa baru Fisika UI pada tahun 1993 mengalami dua perjumpaan singkat namun membekas dengan kakak senior berjilbab, meninggalkan kenangan manis yang tak pernah terlupa meski namanya tak pernah benar-benar diingat.

Seorang kenshusei Indonesia di Yokohama tahun 1999 menemukan hiburan sekaligus “takdir aneh” lewat kaset-kaset Tan Sri P. Ramlee yang selalu muncul di momen tak terduga, hingga membuat sahabat sebelah kamarnya yakin dunia ini diam-diam diatur oleh Ramlee.

Sebuah kisah tentang suami-istri yang, di tengah lautan jamaah haji di Makkah, menemukan makna cinta terdalam melalui thawaf, sa’i, dan potongan rambut kecil yang menjelma menjadi janji suci pengabdian bersama menuju Allah.

Seorang trainee Indonesia di Osaka menemukan keteduhan di balik senyum resepsionis bernama Nagabayashi, yang dengan sapaan sederhana, surat-surat dari tanah air, dan satu foto perpisahan, meninggalkan kenangan manis yang tak terlupakan di tengah hari-hari keras perantauan.

Seorang dosen yang terbiasa dengan rutinitas Sabtunya di kampus dan warung Padang tiba-tiba mengalami pertemuan singkat dengan seorang mahasiswi kampus sebelah yang meninggalkan senyum hangat—dan sepiring ayam bakar tak terbayar—membuatnya bertanya apakah itu sekadar kebetulan atau isyarat kecil dari semesta.

Di tengah panas lembab musim panas Osaka 1999, seorang trainee menemukan seberkas kebahagiaan sederhana dari sapaan kasir kantin yang setiap hari menyebut “nana juu en desu”, hingga julukan “Mba Nana” pun lahir dan menjadi kenangan manis yang tak ternilai.

Keyakinan sederhana seorang istri yang menggenggam uang lima ribu rupiah di tahun 2008 menjadi awal perjalanan suci pasangan ini hingga akhirnya Allah mengundang mereka ke Baitullah.

Menjadi sekretaris RW bukan hanya soal tanda tangan dan arsip, tapi juga membuka pintu pada kisah-kisah tak kasat mata—seperti pertemuan istriku dengan sosok anak kecil yang seharusnya sudah tiada.

Sekelompok siswa SMAN 1 Tegal pada tahun 1991 membuktikan bahwa gamelan dan band bisa berpadu harmonis di panggung lomba musik Semarang, meninggalkan kenangan tak terlupakan tentang mimpi yang pernah hidup dengan gemuruh sorak penonton.

A man who secretly replaces someone else in a woman’s heart struggles between truth and silence, torn by the borrowed love that warms him even though he knows the light was never meant for him.

Perjalanan haji yang penuh haru dimulai dengan pelepasan sederhana di rumah dan kampus UIII, ketika doa, tangis, dan pelukan terakhir dari anak tercinta menjadi bekal hati menuju tanah suci.

Seorang pemuda yang terjebak hujan tanpa sengaja dipertemukan dengan keponakan yang lama hilang, lalu menguak kisah kelam keluarganya hingga membawanya pada janji untuk bertobat dan kembali ke jalan yang benar.

Seorang kakak yang sibuk kerja akhirnya memilih menulis cerpen penuh nasehat sebagai hadiah ulang tahun sederhana namun bermakna untuk sahabatnya, setelah melalui kehebohan bersama adiknya yang usil namun penuh perhatian.

Kisah Kisdanu dan Hapsari adalah perjalanan panjang dua sejoli dari desa, yang berawal dari hubungan kakak-adik penuh kasih sayang hingga akhirnya menemukan cinta sejati dan dipersatukan dalam pernikahan, setelah melewati ujian jarak, keraguan, dan kesetiaan.

Seorang trainee Indonesia di Osaka menemukan kehangatan tak terduga ketika lensa kameranya menjadi jembatan sederhana antara dirinya dan tawa siswi SMP di seberang gedung, menghadirkan sejenak pertemuan dua dunia yang berbeda.

Postingan Populer

Cerpen - Sajak Sunyi di Bawah Langit Februari

Cerpen - Sapaan Yang Hanyut Terbawa Banjir

Cerpen - Cinta yang Terselip di Antara Rumus-rumus Fisika

Haji Bersama Kekasih: Perjalanan Iman dan Cinta di Tanah Suci

Cerpen - Di Bawah Tokyo Tower, Malam Berbisik (東京タワーの下、夜が囁く)

Puisi - SEJAK KAU MENANGIS

Puisi - Di Ujung Masa

Cerpen - Keindahan Cinta Hapsi